Kenapa Warung Harus Berkelambu?
padangmedia.com - Buka saja kelambumu! Kalau saja judul lagunya seperti itu, maka lagu Peterpan ini pasti laku keras bulan puasa. Terutama di Sumatera Barat yang Satuan Polisi Pamongprajanya amat rajin menggaruk warung-warung berkelambu yang beroperasi pada siang hari tengah keramaian.
Warung kelambu itu sering disingkat dengan Warkel saja oleh para wartawan ketika menulis berita. Seperti sudah menjadi tradisi pula oleh Satuan Polisi Pamongpraja setiap bulan puasa melakukan razia menggaruki warkel-warkel itu. Di Padang bahkan Walikotanya sendiri turun tangan merazia warkel yang beroperasi siang hari bulan puasa.
Bagi sebuah upaya untuk penertiban dan menjaga ‘etika’ bolehlah usaha Satpol PP ini kita acungi jempol. Meskipun di sana-sini masih ada saja suara yang menyebut itu adalah tindakan yang melanggar HAM. Tetapi apapun, di Ranah Minang, tradisi saling menjaga perasaan adalah tradisi yang melekat dengan keseharian orang Minang.
Oleh karena itu tindakan menertibkan warkel bukan dalam rangka memaksa orang menghormati orang yang berpuasa. Orang berpuasa tidak minta dihormati oleh orang yang tak berpuasa, melainkan hanya menjalankan ritual ibadah semata hanya karena Allah. Kalau sudah mengharapkan penghormatan tentu ini menjadi sebuah kekeliruan.
Maka menertibkan warkel di siang hari adalah memberikan rasa nyaman di mana ada saling tenggang diantara anggota masyarakat. Yang tidak berpuasa menenggang orang yang sedang berpuasa bahwa makan-makan di tempat umum bisa menimbulkan godaan-godaan bagi yang menjalankan ibadah puas. Jadi jalan terbaik adalah tidak makan di tempat umum, silahkan yang non-muslim makan di rumah saja atau dalam lingkungan komunitas non-muslim saja.
Dari preaktik-praktik yang ada selama ini, sebenarnya tidak ada warga non-muslim yang makan di warkel-warkel itu. Mereka hanya makan di warung atau restoran yang ada dalam lingkungan mereka saja. Misalnya kalau di Padang tempat seperti itu ada di kawasan Pondok atau Pecinan.
Sebaliknya di tempat-tempat dimana komunitas Muslim berada oleh oknum yang juga Muslim dibuka warung makan dan ditutupi dengan kain atau kelambu. Dan yang masuk ke warung itu untuk makan adalah orang-orang Muslim juga.
Pembelajaran mestinya dilakukan secara bersama-sama oleh ummat Muslim sendiri. Marilah kita berikan dukungan kepada pemerintah daerah dengan mengusulkan kebijakan ‘membuka kelambu warung’. Artinya biarkan sajalah warung-warung itu beroperasi tetapi jangan bolehkan ditutupi dengan kelambu atau tabir kain. Dengan demikian siapa saja yang makan di dalam nya akan terlihat dari luar. Kalau perlu seperti di Malaysia, di luarnya dituliskan KHUSUS NON MUSLIM atau PENDERITA PENYAKIT MAAG.
Ini jauh lebih pas untuk sebuah pembelajaran ummat. Yang tidak berpuasa (meskipun mengaku Muslim) ke sana pasti jengah dan malu. Lalu mereka mengurungkan niat. Dan mudah-mudahan besoknya dia berpuasa.
Oleh karena itu, perlu trik yang jitu untuk mengurangi perbedaan pendapat antara melanggar HAM atau menegakkan syiar agama. Kenapa tidak mencobanya?
Sumber : Padangmedia dot Com
=> SMA Negeri I Padangpanjang Juara Nasional LCC UUD 45 dan Tap MPR
=> Angkutan Kota Padangpanjang Mulai Dipasang Stiker Islami
=> Pasar Pabukoan Difasilitasi Pemko di Terminal Angkot Sepi
=> Oktober, Pd. Panjang Terapkan Lelang Secara Online
=> Realisasi Fisik Pembangunan Sudah 50,75 Persen
=> Lokasi Pasar Pabukoan Ditetapkan di Terminal Angkot
=> Mifan dan Lubuk Mata Kucing Diminati untuk “Balimau”
=> Akper Nabila Kembali Wisuda Mahasiswanya
=> Harga Sembako di Padangpanjang Stabil
=> Hendaknya PSPP Turunkan Pemain Asal Pd.Panjang
=> Data Pemakai Kendaraan Dinas akan Diperbarui
=> Wako Buka Tiga Kegiatan Keislaman
=> DPRD Desak Optimalisasi GOR Khatib Sulaiman
=> Tarif Naik, Pelayanan PDAM Juga Harus Naik
=> Masyarakat Banyak Keluhkan Masalah Drainase dan Sarana Umum
=> Ada Absen Siluman di Kantor SKPD
=> Capil Pertahankan Posisi sebagai SKPD Terbaik
=> Belajar Meramaikan Masjid dari Al Azhar
=> SKPD dengan Kinerja Baik Diberi Reward