-->
© 2010 BLOG ARSIP - >> 1 Ramadhan 1431.H jatuh pada 11 Agustus 2010, redaksi blog Arsip mengucapkan maaf, maaf lahir bathin, dengan hati yang suci, mari kita laksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, kita dianugrahi dua peristiwa penting sebagai anak bangsa, ramadhan dan ulang tahun bangsa ini pada 17 Agustus

Minggu, 25 Juli 2010

Gempa Aceh dan Nias Berimplikasi pada Patahan Kerak Bumi

Minggu, 25 Juli 2010 14:26 WIB
Penulis : Siswantini Suryandari
JAKARTA--MI: Sejarah mencatat telah terjadi dua gempa terdahsyat di dunia pada abad 21 ini. Dua-duanya terjadi di Indonesia dan dalam waktu yang berdekatan. Pertama, gempa pada 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Aceh, dan guncangannya terasa hingga Afrika. Bahkan para ahli gempa mencatat guncangan gempa Aceh dirasakan sampai 1.200 kilometer dari pusat gempa.

Tsunami yang menyertai gempa di Acxeh telah menyapu sejumlah pantai di berbagai negara di Samudra Hindia, dengan ketinggian gelombang laut 30 meter. Lebih dari 230.000 orang tewas dan jutaan orang lainnya kehilangan tempat tinggal.
Dunia berduka. Bantuan internasional berduyun-duyun menuju ke negara-negara korban tsunami. Namun yang menjadi sorotan dunia saat itu pascagempa dan tsunami di Aceh.

Belum selesai cerita duka itu, tiga bulan kemudian tepatnya 28 Maret 2005 tercatat gempa dengan kekuatan 8,7 skala Richter dan memicu tsunami di Pulau Nias, Sumatra Barat. Sedikitnya 1.300 orang tewas terkena reruntuhan bangunan.

Dua gempa besar yang jaraknya sangat berdekatan memberikan implikasi yang besar pada patahan kerak Bumi. Para ahli geologi dari Universitas Southampton, Inggris, telah melakukan penelitian terhadap dua gempa besar itu, dan dimuat di dalam jurnal ilmu pengetahuan Science edisi 9 Juli lalu.

Studi baru yang dilakukan tim dari Universitas Southampton itu menunjukkan bahwa gempa besar di dua tempat itu diibaratkan seperti sebuah dayung raksasa yang menggerakkan dasar laut dan memicu ombak besar.

Para ilmuwan melakukan penelitian di atas kapal riset Sonne, dengan menggunakan instrumen seismic, untuk menyelidiki lapisan sedimen di bawah laut dengan gelombang suara.

Hasilnya menunjukan sesar 2004 (gempa Aceh) memiliki kepadatan yang lebih rendah dari batuan sekitarnya. Ini mendorong sesar mendekati dasar laut selama gempa.

Sementara, untuk gempa 2005, tak ada bukti bahwa sesar tersebut memiliki kepadatan rendah. Itu menjelaskan mengapa tsunami yang dihasilkan lebih kecil.

Para peneliti juga menemukan sejumlah fitur yang tidak biasa lainnya di zona gempa 2004 seperti topografi dasar laut, cacat sedimen dan lokasi gempa susulan yang terjadi setelah gempa utama.

Bukti-bukti itu dikolaborasi dengan hasil penelitian yang dilakukan Jamie Austin dari University of Texas yang pernah mempelajari lapisan batu di bawah laut pasca gempa Aceh. Dia bersama awak kapal mengirimkan alat perekam dengan pita kabel. Alat perekam itu bisa memantulkan suara yang bersumber dari lapisan batu di bawah laut.

Ketua tim peneliti Simon Dean menjelaskan, gempa di Aceh dan Nias terjadi dalam system sesar yang sama, dengan jarak mulai dari 19 mil sampai 25 mil, atau 30 kilometer-40 kilometer di bawah dasar laut.
Menariknya, para ilmuwan menyebutkan bahwa Sumatra menjadi langganan gempa bumi karena lokasinya berada di antara lempeng tektonik bumi. Gempa Aceh disebut dengan zona subduksi. Para peneliti yakin bahwa gempa tersebut berpotensi tsunami yang sangat tinggi di wilayah Sumatra.

"Dengan memahami parameter yang membuat kawasan tertentu lebih berbahaya ketika diguncang gempa dan tsunami, kita bisa bicara soal potensi bahaya margin yang lainnya, kata peneliti Sean Gulick dari University of Texas, Austin.

Dengan temuan itu para ahli geologi sepakat untuk membatasi ukuran gempa bumi dan sifat-sifat seperti apa yang bisa berkontribusi pada pembentukan tsunami.

Potensi gempa di Indonesia memang cukup besar dan ada kecenderungan meningkat. Hal itu diakui oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 saat bertemu Presiden pada Jumat 16 Juli lalu. Ketua tim Masyhur Irsyam menjelaskan bahwa luas potensi gempa 2010 di Indonesia semakin besar yakni dua kali lipat dibandingkan peta gempa 2002.
Kenaikan hingga 100 persen itu terutama terjadi di dekat sumber gempa. "Seperti di sekitar patahan dan sekitar sesar."

Contoh paling konkret adalah tingkat guncangan di sejumlah kota pada saat gempa pada 2002 dengan gempa 2010. Faktanya guncangan gempa di Aceh meningkat dari 0,2 g (gravitasi) menjadi 0,33 g. Sedangkan di Padang, guncangan dari 0,25 g menjadi 0,32 g.

"Di Pulau Jawa juga meningkat dari 0,15 menjadi 0,2 g," kata Masyhur yang juga pakar kegempaan dari Institut Teknologi Bandung itu.

Tim tersebut juga mengingatkan bahwa Sumatra tetap menjadi sumber wilayah gempa-gempa besar. Sampai sekarang masih ada energi gempa dengan kekuatan 9,0 skala Ricther berada di Mentawai yang belum dilepaskan. Bila itu terjadi, maka imbasnya pada 600 ribu penduduk yang tinggal di sekitar pesisir Sumatra Barat. Untuk itulah mitigasi bencana harus ditingkatkan dan harus menjadi pedoman baku di setiap sekolah, institusi, dan sebagainya.

Catatan yang dihimpun Tim Revisi Peta Gempa mengakui belum semu potensi gempa di Indonesia tercatat dalam Peta Gempa Indonesia 2010. Pasalnya banyak sesar aktif dan patahan aktif di Jawa dan Indonesia Timur belum dapat diidentifikasi. (Ndr/OL-3)

Sumber : Media Indonesia
IP
KUMPULAN KLIPING LAINNYA
Widget By: [arsip berita, artikel dan foto]]